Selasa, 19 Mei 2015

Jerit Hati Sang Bunda




Putraku, dulu saat bunda mengandungmu, Bunda tak pernah kenal lelah maupun letih saat hamil muda bunda selalu muntah-muntah lemah dan pucat. Makan tidak enak dan lain sebagainya, semakin bertambah usia kandungan bunda membuat semuanya begitu berat dan susah, tidurpun susah. Hingga aku bertaruh nyawa, merasakan sakit luar biasa dan alhamdulilah jerit tangismu melegakan hati bunda, kau lahir dengan selamat putraku.
Dalam dekap kasih sayangku aku menyusui merawat dan menjagamu. Tak peduli siang atau malam, jika tangismu menggema di telinga bunda saat itu juga aku bangun meskipun ditengah malam yang sunyi jika kau menangis karena haus, segera aku menyusuimu, jika tangismu karena engkau mengompol maka bunda bersegera mengganti pakaian mu.
Bertambahlah umurmu hingga kau menjadi anak yang mungil dan lucu, ku timang-timang dirimu, kubelikan dirimu roti dan susu dan makannan-makanan kesukaanmu meski ayah dan bunda hanya makan seadanya, ayah dan bunda rela mengalah untuk dirimu.
Bila kau sakit kadang semalam suntuk Bunda tidak tidur hanya untuk menjagamu dan merawatmu.
Saat dirimu sekolah, Ayah dan Bunda berjuang mati-matian, bercucur air mata, bermandi keringat, membanting tulang untuk biaya dan kebutuhanmu sekolah agar kau menjadi anak yang sholeh dan berguna untuk bangsa.
Ayah dan Bunda tidak tega saat temanmu makan jajan sedangkan kamu hanya menelan ludah, ibupun juga tidak tega saat teman-temanmu memakai tas dan sepatu yang bagus, semetara tas dan sepatumu jelek dan kusam. Sehingga Ayah dan Bunda rela berhemat, tujuh kali lebaran memakai baju yang sama, makan seadanya asal kau dapat sekolah dan berpenampilan layaknya teman-temanmu.
Sejak dalam kandungan sampai kau dewasa. Tak henti-hentinya Bunda berdo’a agar kaumenjadi orang yang mapan dan sukses tidak seperti Ayah dan Bunda, Bunda selalu memohon agar kau menjadi anak yang shalih oleh karena itu dulu saat kau kecil bunda selalu mengantarkanmu ke TPA agar kau pandai mengaji, bila hujan mengguyur bunda menjemputmu dengan membawa payung, bunda menggendongmu, tangan kanan memegang payung dan tangan kiri dibelakang memegangmu, agar kau tidak jatuh dari gendongan bunda, jalan saat itu begitu licin. Meski terasa berat, Bunda tetap bertahan untuk menggendongmu sampai kita tiba di rumah.
Waktu terus berlalu kaupun telah menjadi dewasa dan kaupun menikah dengan gadis idamanmu meski Bunda dan Ayah tak sekaya konglomerat tapi Ayah dan Bunda ingin dihari yang sakral itu Ayah dan Bunda dapat mengadakan walimah meskipun tak semewah yang kau ingin, Ayah dan Bunda memutar otak untuk mencari uang yang halal guna pernikahanmu putraku.
Putraku saat ini tubuhku sudah lemah, pandangan ku sudah tak lagi jernih, telingaku sudah tak sejelas dahulu, Ayah dan Bunda sudah tidak kuat lagi kerja keras seperti dulu.
Putraku... Ayah dan Bunda sangat merindukanmu, apa kau lupa dengan Ayah dan Bunda? Kau tak lagi menengok kami, jangankan menengok telpon atau SMSpunengkau tak sudi.
Putraku,... saatku mengingatmu, berlinanglah air mataku, sesak rasanya dalam dadaku. Putraku dimana baktimu ? mana kasih sayang yang selalu kami curahkan untukmu?, kapan kau menengok Orang Tua mu? Apakah kau akan menengokku saat tubuhku telah tersungkur tak bernyawa?
Apakah di akhir usiaku ini, kau tak mau hanya sekedar mengucap terimakasih terhadap Ayah dan Bunda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Senyum Pagi | Blogger Template by Enny Law