Putraku, dulu saat bunda mengandungmu, Bunda tak pernah
kenal lelah maupun letih saat hamil muda bunda selalu muntah-muntah lemah dan
pucat. Makan
tidak enak dan lain sebagainya, semakin bertambah usia kandungan bunda membuat semuanya
begitu berat dan susah, tidurpun susah. Hingga aku bertaruh nyawa, merasakan
sakit luar biasa dan alhamdulilah jerit tangismu melegakan hati bunda, kau
lahir dengan selamat putraku.
Dalam
dekap kasih sayangku aku menyusui merawat dan menjagamu. Tak peduli siang atau
malam, jika tangismu menggema di telinga bunda saat itu juga aku bangun
meskipun ditengah malam yang sunyi jika kau menangis karena haus, segera aku menyusuimu,
jika tangismu karena engkau mengompol maka bunda bersegera mengganti pakaian
mu.
Bertambahlah
umurmu hingga kau menjadi anak yang mungil dan lucu, ku timang-timang dirimu,
kubelikan dirimu roti dan susu dan makannan-makanan kesukaanmu meski ayah dan
bunda hanya makan seadanya, ayah dan bunda rela mengalah untuk dirimu.
Saat
dirimu sekolah, Ayah dan Bunda berjuang mati-matian, bercucur air mata,
bermandi keringat, membanting tulang untuk biaya dan kebutuhanmu sekolah agar
kau menjadi anak yang sholeh dan berguna untuk bangsa.
Ayah
dan Bunda tidak tega saat temanmu makan jajan sedangkan kamu hanya menelan
ludah, ibupun juga tidak tega saat teman-temanmu memakai tas dan sepatu yang
bagus, semetara tas dan sepatumu jelek dan kusam. Sehingga Ayah dan Bunda rela
berhemat, tujuh kali lebaran memakai baju yang sama, makan seadanya asal kau
dapat sekolah dan berpenampilan layaknya teman-temanmu.
Sejak
dalam kandungan sampai kau dewasa. Tak henti-hentinya Bunda berdo’a agar
kaumenjadi orang yang mapan dan sukses tidak seperti Ayah dan Bunda, Bunda
selalu memohon agar kau menjadi anak yang shalih oleh karena itu dulu saat kau kecil
bunda selalu mengantarkanmu ke TPA agar kau pandai mengaji, bila hujan
mengguyur bunda menjemputmu dengan membawa payung, bunda menggendongmu, tangan
kanan memegang payung dan tangan kiri dibelakang memegangmu, agar kau tidak
jatuh dari gendongan bunda, jalan saat
itu begitu licin. Meski terasa berat, Bunda tetap bertahan untuk menggendongmu
sampai kita tiba di rumah.
Waktu
terus berlalu kaupun telah menjadi dewasa dan kaupun menikah dengan gadis
idamanmu meski Bunda dan Ayah tak sekaya konglomerat tapi Ayah dan Bunda ingin
dihari yang sakral
itu Ayah dan Bunda dapat mengadakan walimah meskipun tak semewah yang kau
ingin, Ayah dan Bunda memutar otak untuk mencari uang yang halal guna
pernikahanmu putraku.
Putraku
saat ini tubuhku sudah lemah, pandangan ku sudah tak lagi jernih, telingaku
sudah tak sejelas dahulu, Ayah dan Bunda sudah tidak kuat lagi kerja keras
seperti dulu.
Putraku...
Ayah dan Bunda sangat merindukanmu, apa kau lupa dengan Ayah dan Bunda? Kau tak
lagi menengok kami, jangankan menengok telpon atau SMSpunengkau tak sudi.
Putraku,...
saatku mengingatmu, berlinanglah air mataku, sesak rasanya dalam dadaku.
Putraku dimana baktimu ? mana kasih sayang yang selalu kami curahkan untukmu?,
kapan kau menengok Orang Tua mu? Apakah kau akan menengokku saat tubuhku telah tersungkur
tak bernyawa?
Apakah
di akhir usiaku ini, kau tak mau hanya sekedar mengucap terimakasih terhadap
Ayah dan Bunda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar