’Demokrasi’ masih tetap menarik dan perlu untuk diperbincangkan,
meskipun manusia sebenarnya tidak pernah sepakat akan maknanya. Pada 23 November
1991, saat bertugas sebagai wartawan Harian Berita Buana, saya pernah
ditugasi meliput satu acara seminar sehari dengan tema: Agama dan Demokrasi di
salah satu hotel di Jakarta. Aswab Mahasin, salah satu pemakalah membuka
makalahnya dengan ungkapan: ”Demokrasi merupakan konsep yang diterima secara
latah.” Berbagai sistem pemerintahan – termasuk yang otoriter sekali pun –
menyebut dirinya pemerintahan demokratis. Akibatnya, muncul berbagai istilah dan
makna tentang demokrasi, seperti demokrasi rakyat (peoples democracy),
demokrasi kerakyatan (popular democracy), demokrasi Pancasila, dan
sebagainya.
Tetapi,
menurut Mahasin, meskipun ada keragaman makna, biasanya disepakati ada ciri yang
esensial pada setiap demokrasi, yaitu adanya keikutsertaan rakyat
(participation) dan persaingan dalam pemilihan (contestation).
Mahasin juga mengutip kriteria demokrasi dari buku Robert A. Dahl, Dilemmas
of Pluralist Democracy: Autonomy vs Control (Yale University, 1982), seperti
adanya pengawasan atas kebijakan pemerintah oleh wakil-wakil rakyat, adanya
pemilihan terhadap wakil rakyat secara jujur dan berkala, adanya hak pilih dan
dipilih bagi orang dewasa, adanya hak menyatakan pendapat tanpa ancaman, adanya
hak warga negara untuk memperoleh informasi alternatif, adanya hak warga negara
untuk membentuk perkumpulan atau organisasi yang relatif independen.
Salah
satu buku yang banyak diperbincangkan pada dekade 1990-an adalah The Third
Wave: Democratization in the Late Twentieth Century, karya Samuel P.
Huntington. Di buku ini, Huntington menyimpulkan: ”Singkat kata, demokrasi hanya
cocok bagi negara-negara Eropa Baratlaut dan barangkali negeri-negeri Eropa
Tengah serta koloni-konoli penduduk yang berasal dari negara-negara itu.”
Tentang Islam, Huntington menyebutkan, bahwa ”doktrin Islam mengandung
unsur-unsur yang sesuai maupun yang tidak sesuai dengan demokrasi.” Bahkan,
Huntington juga menegaskan: ”Budaya Islam dan Konfusius menghadapkan
perkembangan demokrasi dengan penghalang yang tidak mudah teratasi.” 1
Terima kasih pakdenono.com. Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar