Minggu, 24 Mei 2015

Merasa Menjadi Manusia Paling Menderita


Dalam hidup ini pasti pernah kita merasakan kesedihan, derita, cobaan dan lain-lain. Kitapun tidak jarang pula mengeluh, berkeluh kesah, seakan kitalah orang yang paling menderita atau sengsara di dunia ini. Dibawah ini saya akan bercerita tentang kisah nyata yang membuat saya sangat terharu dan bisa kita ambil pelajaran. Pagi itu sebelum pergi aktifitas, sarapan pagi sambil kupencet remot untuk melihat berita hari itu. Disana ada liputan tentang pencemaran lingkungan di pelabuhan paling tua di Indonesia, yaitu pelabuhan Sunda Kelapa. Berita tersebut meliput tentang orang-orang yang menggantungkan hidupnya dipelabuhan tersebut. Salah satunya sebut saja Pak Sukardi. Setiap hari Pak Sukardi ini menjadi kuli kasar mengangkati barang dari kapal. Meskipun berat dan pasti sangat capek akan tetapi Pak Sukardi ini tetap bertahan karena hanya inilah satu-satunya jalan dia mencari nafkah.           
Kemudian tim wartawan televisi ini diajak ke tempat kostnya, ternyata tempat tinggalnya di rumah kost kecil ukuran tiga meter persegi. Gelap, pengap, tanpa jendela. Beliau tinggal dengan kedua buah hatinya. Anaknya yang putri berumur sekitar 8 tahun dan yang laki-laki baru kurang lebih 4 tahun. Isteri yang sangat dicintainya telah meninggal dunia dua tahun yang lalu. Putrinya yang sulung memilih putus sekolah karena untuk menjaga dan menemani adiknya yang masih kecil. Air mata ayah dari kedua anak inipun bercucuran saat bercerita kisah hidupnya. Hal yang membuat beliau tertekan adalah bagaimana kelak masa depan anak-anaknya. Saat ini hal yang paling di inginkan oleh Bapak Sukardi adalah bisa membuat kedua buah hatinya tersenyum. Dibalik ketabahannya kadang juga muncul keputusasaan. Beliau berkata “seandainya saya tidak punya Tuhan dan tidak ingat Tuhan maka saya sudah bunuh diri sejak dulu”. Sahabat, kisah tadi bandingkan dengan diri kita yang memiliki rumah meskipun tak begitu mewah akan tetapi tentu lebih nyaman dibanding dengan rumah kost dekat pelabuhan Sunda Kelapa yang sempit dan pengap itu. Kita masih punya suami, istri, anak-anak yang lengkap tak seperti Pak Sukardi yang harus menanggung beban dan pahitnya hidup seorang diri, tanpa saudara Istripun tiada, hanya kedua anaknya yang masih kecil yang belum mengerti apa-apa. Mau makan kita juga tidak kurang apapun, hanya saja kadang ketika kita diuji dengan ujian yang kecil saja, kita sering mengeluh menyalahkan takdir, berprasangka buruk kepada Allah, merasa bahwa kitalah orang yang paling sengsara di dunia ini. Tapi ternyata di bawah kolong langit ini, lebih banyak orang yang lebih menderita daripada kita, mau makan saja susah, keluarga bercerai berai, sakit yang tak kunjung sembuh dan lain-lain.Oleh karena itu tetap bersyukurlah dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita, Allah maha adil, ketika kita miskin harta mungkin kita kaya dengan keluarga yang baik, jasmani yang sehat,teman yang menyenangkan, apabila itu ditukar dengan uang maka jelas tak terkira nominalnya. Meskipun begitu tetap berusaha semaksimal mungkin serta berdoa, berharap Allah memberikan yang terbaik untuk kehidupan kita.Terima dengan ikhlas  pemberian Allah, syukuri apa yang kita miliki, tak lupa juga dijaga dengan sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

© Senyum Pagi | Blogger Template by Enny Law