Dalam hidup ini pasti pernah kita
merasakan kesedihan, derita, cobaan dan lain-lain. Kitapun tidak jarang pula
mengeluh, berkeluh kesah, seakan kitalah orang yang paling menderita atau
sengsara di dunia ini. Dibawah ini saya akan bercerita tentang kisah nyata yang
membuat saya sangat terharu dan bisa kita ambil pelajaran. Pagi itu sebelum pergi aktifitas,
sarapan pagi sambil kupencet remot untuk melihat berita hari itu. Disana ada
liputan tentang pencemaran lingkungan di pelabuhan paling tua di Indonesia,
yaitu pelabuhan Sunda Kelapa. Berita tersebut meliput tentang
orang-orang yang menggantungkan hidupnya dipelabuhan tersebut. Salah satunya
sebut saja Pak Sukardi. Setiap hari Pak Sukardi ini menjadi kuli kasar
mengangkati barang dari kapal. Meskipun berat dan pasti sangat capek akan
tetapi Pak Sukardi ini tetap bertahan karena hanya inilah satu-satunya jalan
dia mencari nafkah.
Kemudian tim wartawan televisi ini
diajak ke tempat kostnya, ternyata tempat tinggalnya di rumah kost kecil ukuran
tiga meter persegi. Gelap, pengap, tanpa jendela. Beliau tinggal dengan kedua
buah hatinya. Anaknya yang putri berumur sekitar 8 tahun dan yang laki-laki
baru kurang lebih 4 tahun. Isteri yang sangat dicintainya telah meninggal dunia
dua tahun yang lalu. Putrinya yang sulung memilih putus sekolah karena untuk
menjaga dan menemani adiknya yang masih kecil. Air mata ayah dari kedua anak inipun
bercucuran saat bercerita kisah hidupnya. Hal yang membuat beliau tertekan
adalah bagaimana kelak masa depan anak-anaknya. Saat ini hal yang paling di
inginkan oleh Bapak Sukardi adalah bisa membuat kedua buah hatinya tersenyum.
Dibalik ketabahannya kadang juga muncul keputusasaan. Beliau berkata
“seandainya saya tidak punya Tuhan dan tidak ingat Tuhan maka saya sudah bunuh
diri sejak dulu”. Sahabat, kisah tadi bandingkan
dengan diri kita yang memiliki rumah meskipun tak begitu mewah akan tetapi
tentu lebih nyaman dibanding dengan rumah kost dekat pelabuhan Sunda Kelapa
yang sempit dan pengap itu. Kita masih punya suami, istri, anak-anak yang
lengkap tak seperti Pak Sukardi yang harus menanggung beban dan pahitnya hidup
seorang diri, tanpa saudara Istripun tiada, hanya kedua anaknya yang masih
kecil yang belum mengerti apa-apa. Mau makan kita juga tidak kurang apapun,
hanya saja kadang ketika kita diuji dengan ujian yang kecil saja, kita sering
mengeluh menyalahkan takdir, berprasangka buruk kepada Allah, merasa bahwa
kitalah orang yang paling sengsara di dunia ini. Tapi ternyata di bawah kolong
langit ini, lebih banyak orang yang lebih menderita daripada kita, mau makan
saja susah, keluarga bercerai berai, sakit yang tak kunjung sembuh dan
lain-lain.Oleh
karena itu tetap bersyukurlah dengan apa yang telah Allah berikan kepada kita,
Allah maha adil, ketika kita miskin harta mungkin kita kaya dengan keluarga
yang baik, jasmani yang sehat,teman
yang menyenangkan, apabila itu ditukar dengan uang maka jelas tak terkira nominalnya. Meskipun begitu tetap berusaha
semaksimal mungkin serta berdoa, berharap Allah memberikan yang terbaik untuk
kehidupan kita.Terima dengan ikhlas pemberian Allah, syukuri apa yang kita miliki,
tak lupa juga dijaga dengan sebaik-baiknya.Senyum Pagi
Memulai hari dengan senyuman...
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Popular Posts
©
Senyum Pagi | Blogger Template by Enny Law
Tidak ada komentar:
Posting Komentar